PEMULIHAN TRAUMA BAGI ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL
PEMULIHAN TRAUMA BAGI ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL
Oleh : Wiwik Widiyati, M.Psi, Psikolog
Kekerasan seksual saat ini
banyak terjadi di Indonesia. Menurut Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2011 saja telah terjadi 2.275
kasus kekerasan terhadap anak, 887 kasus diantaranya merupakan kekerasan
seksual anak. Pada tahun 2012 kekerasan terhadap anak telah terjadi 3.871
kasus, 1.028 kasus diantaranya merupakan kekerasan seksual terhadap anak. Tahun
2013, dari 2.637 kekerasan terhadap anak, 48 persennya atau sekitar 1.266
merupakan kekerasan seksual pada anak. (http://bakohumas.kominfo.go.id)
Kekerasan
seksual pada anak dapat menimbulkan trauma mendalam. Keadaan ini akan sangat
mempengaruhi kehidupan anak saat dewasa. Dalam
ilmu kesehatan jiwa dan psikologi, trauma merupakan
penyingkatan dari istilah PTSD – Post Traumatic
Stress Disorder atau gangguan stres pasca trauma. PTSD
merupakan sindrom kecemasan, labilitas autonomik, ketidakrentanan emosional, dampak
traumatis baik pada anak maupun pada dan kilas balik dari pengalaman yang amat
pedih orang dewasa (Kaplan dalam Illenia, 2011).
Menurut
Kubler-Ross (dalam Nawangsih, 2014) ada lima tahapan yaitu tahap penyangkalan
(subyek merasa tidak percaya apa yang dialaminya), tahap kemarahan (subyek
mengalami perasaan marah karena peristiwa tersebut terjadi pada dirinya),tahap,
tahap depresi (subyek kehilangan gairah hidup, merasa sedih dan seringkali
tidak nafsu makan), dan tahap penerimaan (subyek menerima apa yang terjadi pada
dirinya) dan tahapan pemulihan diri dapat memulihkan diri dari trauma kekerasan
seksual yang dialami. Ada banyak faktor berbeda-beda, begitupun dengan waktu yang
membantu proses pemulihan diri dibutuhkan untuk pulih dari trauma kekerasan diantaranya
dukungan dari orang sekitar dan konsep seksual yang dialaminya.
Para korban yang mengalami PTSD cenderung
mempunyai resiko yang tinggi untuk menderita gangguan psikologis tertentu, seperti
depresi mayor, gangguan panik, dan fobia sosial. Pada kasus traumatis yang
disebabkan oleh tindak kekerasan dan mengalami pelecehan seksual,
penderita cenderung menunjukkan keinginan bunuh diri yang tinggi.
Saat
menangani korban kekerasan seksual pada anak memerlukan perhatian khusus
terutama mengenali gejala-gejala traumatiknya. Secara umum gejala-gejala yang sering
dialami korban PTSD adalah sebagai berikut:
- Pengulangan pengalaman trauma, ditunjukkan dengan selalu teringat akan peristiwa yang menyedihkan yang telah dialami itu, ada flashback (merasa seolah-olah peristiwa yang menyedihkan terulang kembali), nightmares (mimpi buruk tentang kejadian-kejadian yang membuatnya sedih), reaksi emosional dan fisik yang berlebihan karena dipicu oleh kenangan akan peristiwa yang menyedihkan
- Penghindaran stimuli yang diasosiasikan dengan pengalaman traumatik atau mati rasa dalam responsivitas. Seseorang yang mengalami trauma menghindari untuk berpikir tentang trauma atau tentang stimulus yang mengingatkan pada kejadian tersebut. Mati rasa adalah menurunnya ketertarikan pada orang lain, suatu rasa keterpisahan, dan ketidakmampuan untuk merasakan berbagai emosi positif.
- Ketegangan yang meningkat, ditunjukkan dengan susah tidur atau mempertahankan tidur, mudah marah atau tidak dapat mengendalikan marah, sulit berkonsentrasi, kewaspadaan yang berlebih, respon kejut yang berlebihan atas segala sesuatu (Nevid dalam Noviana 2015)
Pemulihan
traumatik pada anak korban kekerasan seksual memerlukan waktu yang cukup lama.
Perlu kerjasama dengan anggota keluarga, sekolah dan masyarakat agar proses
tersebut berlangsung lancer. Pemulihan trauma bagi anak dapat dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
Pendampingan
psikososial anak.
Anak yang mengalami trauma merasa malu,
jijik, marah, kotor dan menutup diri. Keadaan ini membuat anak tidak mau
bertemu orang lain. Pekerja sosial atau
psikolog dapat mendampingi anak untuk kembali mau bergaul dengan orang
lain dan tidak menyalahkan dirinya sendiri. Di sini, dukungan dari seluruh
anggota keluarga dan orang-orang terdekat korban seperti guru dan teman di sekolah akan mempercepat
pemulihan psikososialnya.
Terapi
bermain untuk anak.
Terapi bermain merupakan pilihan terapi
yang sesuai dengan dunia anak yaitu bermain. Saat bermain, anak dapat
menyalurkan seluruh energinya dan meluapkan emosinya dalam permainan. Jenis
permainan dapat dipilih sesuai dengan usia anak. Konsep dasar yang dapat digunakan
pada dalam
play therapy menurut Nawangsih (2014):
- Bermain adalah salah satu cara yang dapat digunakan dalam memahami dunia anak-anak
- Aspek perkembangan dalam kegiatan bermain merupakan cara anak dalam menemukan dan mengekplorasi identitas diri mereka
- Anak dapat melakukan eksperimen dengan berbagai pilihan imajinatif dan terhindar dari konsekuensi seperti ketika di dunia nyata.
- Permainan pada situasi dan kondisi yang tepat dapat bermakna sebagai kegiatan fisik sekaligus sebagai terapi
Konseling
kelompok.
Beberapa korban dalam kasus yang sama dan
rentang usianya sepadan, dapat diberikan layanan konseling kelompok. Satu
kelompok sekitar 5-8 anak. Di dalam kelompok nantinya akan dibahas apa yang
dirasakan saat ini, apa yang ingin dilakukan dan motivasi apa yang dibutuhkan.
Anggota kelompok akan saling menguatkan karena merasa senasib.
Demikian beberapa cara untuk
menanggulangi trauma (PTSD) yang dapat
dilakukan pada anak-anak yang mengalami kekerasan seksual. Hal yang terpenting
saat berhadapan dengan anak adalah bagaimana bisa menjadi temannya saat ini.
Daftar Pustaka
Illenia PS. dan Handadari W. 2011. Pemulihan Diri pada Korban Kekerasan Seksual. INSAN Vol. 13 No. 02, Agustus 2011
Nawangsih, E. 2014 Play Therapy Untuk anak-anak Korban Bencana Alam Yang Mengalami Trauma (Post Traumatic Stress Disorder/PTSD) Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2014, Vol. 1, No.2, Hal : 164
- 178
Noviana, I .
2015. Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak dan Penanganannya Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI. Vol. 01, No. 1, Januari
- April, Tahun 2015
Komentar
Posting Komentar