Pola Asuh Keluarga



Pola Asuh Keluarga
Manusia merupakan Makhluk Sosial, sehingga baginya tidak mungkin baginya untuk tinggal sendirian dalam jangka waktu yang sangat panjang. Dalam kehidupannya manusia akan secara terus menerus membutuhkan orang yang bisa mendukung selama masa sulit dan mendorong ketika melangkah dalam kehidupan. Setiap orang membutuhkan orang lain yang bisa diajak untuk berbagi pada saat bahagia dan sedih. Ketika banyak orang tinggal berjahuan satu dengan yang lain, maka kekuatan mereka akan terbagi. Sebuah keluarga memberi mereka dengan kekuatan bersama, untuk menghadapi segala macam rintangan. Inilah sebabnya peran keluarga sangatlah penting dalam kehidupan manusia.
Keluarga adalah organisasi terkecil dalam sebuah kehidupan manusia, sebagai sebuah konsep yang telah ada sejak nenek moyang manusia hidup dalam berkelompok. Keluarga merupakan salah satu kesatuan hidup ( sistem sosial ), dan keluarga menyediakan situasi belajar.Sebagai satu kesatuan hidup ( Sistem Sosial ), keluarga dapat tberbentuk dari keluarga inti ( nucleus family ) yang terdiri dari Ayah, Ibu dan Anak. Adapun keluarga yang diperluas ( disamping inti ) bisa beranggotakan kakek/ nenek, adik/ ipar, pembantu dll. Ikatan kekeluargaan akan membantu anak dalam mengembangkan sifat persahabatan, kasih sayang, hubungan antar pribadi, kerjasama, disiplin, tingkah laku yang baik serta pengakuan akan kewibawaan. Sementara itu, yang berkenaan dengan keluarga yang memberikan fungsi pembelajaran dapat dicontohkan dengan ketergantungan bayi dan anak terhadap orangtua mereka, baik dalam perkembangan keadaan jasmaniahnya maupun kemampuan intelektualnya , sosial, dan moral. Bayi dan anak akan meniru dan menerima apa yang diajarkan oleh orang tuanya. Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak akan mulai menerima pendidikan.
 Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Dalam keluarga umumnya anak ada hubungan interaksi yang intim. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pembentukan karakter anak. Orang tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemelihara dan sebagai pendidik terhadap anak-anaknya menjadi manusia yang cerdas, pandai dan berkelakuan baik. Akan tetapi banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa cara mendidik mereka mendidik membuat anak merasa tidak diperhatikan, dibatasi kebebasannya, bahkan ada yang merasa tidak disayang oleh orang tuanya. Perasaan inilah yang akan banyak memperngaruhi sikap, perasaan dan cara befikir, bahkan kecerdasan mereka.
 Fungsi Keluarga
1.      Pengalaman pertama masa kanak-kanak
Didalam keluarga anak mulai mengenal hidupnya. Hal ini harus didasari dan dimengerrti oleh tiap keluarga, bahwa anak dilahirkan didalam lingkunga keluarga yang tumbuh dan berkembang sampai anak elepaskan diri dari ikatan keluarga. Keluarga memberikan pengalaman pertama yang merupakan faktor penting dalam perkembangan anak, sebab dari sini keseimbangan jiwa dalam perkembangan individu anak selanjutnya ditentukan.
2.      Menjamin kehidupan emosional anak
Kehidupan emosional merupakan salah satu faktor yang terpenting didalam membentuk pribadi seseorang. Karena rasa sayang dapat dipenuhi dan berkembang dengan baik, jika didasarkan atasa dasar cinta dan kasih sayang murni.
3.      Menanamkan dasar pendidikan moral
Penanaman moral bagi anak tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontoh oleh anak dan segala nilai yang dikenal anak akan melekat pada orang-orang yang disenanginya dan dikaguminya, melalui inilah salah satu proses yang ditempuh anak dalam mengenal nilai.
4.      Memberikan dasar pendidikan sosial
Keluarga merupakan lembaga sosial yang minimal terdiri dari ayah, ibu dananak. Perkembangan kesadaran sosial pada anak dapat dipupuk sedini mungkin, terutama lewat kehidupan keluarga yang penuh dengan rasa tolong menolong, gotong royong secara kekeluargaan dan lain sebagainya.
5.      Peletakan dasar-dasar keagamaan
Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk meresapkan dasar-dasar hidup beragama. Anak-anak dibiasakan untuk mengikuti kegiatan keagamaan dengan harapan akan memberi pengaruh yang besar terhadap kepribadian anak dalam kehidupan keluarga dan dalam kehidupan bermasyarakat.

Perilaku mengasuh dan mendidik anak sudah menjadi pola yang sadar tidak sadar keluar begitu saja ketika menjadi orangtua. Oleh beberapa peneliti, perilaku-perilaku ini kemudian di teliti dan muncullah beberapa teori untuk menyimpulkan pola-pola pengasuhan yang berkembang. Berikut empat tipe pola asuh yang dikembangkan pertama kali oleh Diana Baumrind (1967) :
Pola asuh Demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
Pola asuh otoriter sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Misalnya, kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi, dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.
Pola asuh Permisif atau pemanja biasanya meberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.
Tipe Penelantar. Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biayapun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.

Pangaruh Pola Asuh Orangtua
Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan koperatif terhadap orang-orang lain.
Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri, pemaluu dan tidak percaya diri untuk mencoba hal yang baru.
Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial.
Pola asuh penelantar akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang moody, impulsive, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, Self Esteem (harga diri) yang rendah, sering bolos, dan bermasalah dengan teman.
Dari karakteristik-karakteristik tersebut di atas, kita dapat mawas diri, kita masuk dalam kategori pola asuh yang mana. Apabila kita memahami pola asuh yang mana yang cenderung kita terapkan, sadar atau tidak sadar, maka kita dapat segera merubahnya.
Kita juga bisa kita melihat, bahwa harga diri  yang rendah terutama adalah disebabkan karena pola asuh orang tua yang penelantar. Banyak sekali para orangtua terutama para wanita karier yang suda mempunyai anak yang lebih cinta kepada pekerjaannya daripada kepada anaknya sendiri. Dia lebih banyak meluangkan waktu untuk mencari uang dan uang. Dia lupa kalau di rumah ada anak-anaknya yang membutuhkan kasih dan sayang dia. Pergi kerja disaat anaknya masih tertidur pulas, lalu pulang ketika anaknya sudah tertidur pulas lagi. Sehingga, anak-anak  lebih mengenal pembantunya daripada sosok ibunya sendiri.
Contoh lain adalah orangtua yang sangat otoriter. Biasanya orangtua yang otoriter cenderung menempatkan anak di posisi yang tertindas yang tidak punya hak. Jika anak tidak menuruti, kekerasan menjadi jawabannya. Beberapa orangtua, apalagi di NTT cenderung mengikuti gaya ini, yaitu mendidik anak secara otoriter dan menggunakan kekerasan. Pengasuhan ini menciptakan anak yang hanya taat kepada orangtua jika ada orangtuanya dan melakukan kekerasan itu terhadap adik atau teman mereka yang lebih lemah; pada anak yang perasa, biasanya menjadikan mereka anak yang semakin penakut, tidak berani mengambil keputusan dan tidak percaya diri.
Dari keempat model pengasuhan diatas, pola asuh demokratislah yang paling baik. Karena pola asuh ini menempatkan anak dan orangtua sejajar. Tidak ada hak anak yang dilanggar juga hak orangtua yang dilanggar; kewajiban anak dan orangtua sama-sama dituntut dalam pola asuh demokratis ini.

Sumber :
Ira Petranto. (2005). Pola Asuh Anak. http://www.polaasuhanak.com. (Asscesed, 8th April, 12.15 pm)
Rina M. Taufik. (2007). Pola Asuh Orang Tua. http://www.tabloid_nakita.com. (Asscesed, 8th April, 12.15 pm)
Elizabeth B. Hurlock. (1999). Perkembangan Anak.  Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Theresia S. Indira. (2008).  Pola Asuh Penuh Cinta. http://www.polaasuhpenuhcinta.com.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sosialisasi Pusat Layanan Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PLKSAI) Dinas Sosial Kota Surakarta Di Kecamatan Pasar Kliwon

Visi dan Misi PLKSAI

Launching / Peresmian Pusat Layanan Kesejahteraan Sosial Anak Integratif